Sunday, January 08, 2006

Lanjutan derita student s1 di luar negri ... ;)



quote from mas berly...

"Dan kalo dari SMA di LN maka lebih kecil possibility (walau bukannya tidak mungkin) punya network kuat di Indonesia. Juga musti siap kalo lebih kecil kepedulian/nasionalisme thd Indonesia."


iya, dia point out di anak yg SMA di LN. but somehow, ak ingat temenku pernah mengeluh bahwa selama ini orang indo menganggap anak2 s1 yg sekolah di luar negri dituding tidak nasionalisme, tidak mencintai negri sendiri, lalu mereka orang2 yang tidak mau kembali ke indonesia lagi.. padahal itu tidak sepenuhnya benar..

perlu diketahui, hidup layak sebagai foreigner di negri orang itu ribet dan mahal (belum sakit hati sbg warga negara ketiga, btw) , jadi bagaimana bisa kita dibilang tidak nasionalis lagi :-S ...

sejak kerja di ranesi, aku jadi lebih memperhatikan berita-berita di indonesia lebih intensif, mulai dari kasus pasca tsunami di aceh dan nias, kasus munir, kasus2 teroris, flu burung dan kasus formalin
(dan semua orang mulai berpikir: lah terus yang aman makan apa dunk :S ) lalu kemudian mulai berpikir.. apa aku berguna buat negriku ? sekolah jauh2 sampai ke Belanda, apa nanti yang bisa ak kembalikan ke negriku ...

Yups, kadang2 aku memang menjadi orang yang idealis, tapi bener kata Gie, "idealis adalah kemewahan terakhir yang dinikmati generasi muda"
*hmmm.. kira2 gitu deh ngmgnya, apa salah ya :D ...

lalu menyimak slogan bapak Kennedy

"Jangan tanya apa yg kamu dapat dari negaramu, tapi apa yang dapat kamu perbuat untuk negaramu"


ah ahh... slogan hanyalah tinggal slogan...

*kembali membaca buku "on the art of writing copy"

bulan

13 comments:

Anonymous said...

Lho?
Trus hubungannya ama judulnya apa?

Aku kira ada fakta2 menyakitkan yang baru lagi...

kasian banget y kita..

Anonymous said...

perlu mengutip komenku sendiri (http://bulan.blogspot.com/2005/12/
derita-student-s1-di-luar-negri.html) secara lengkap nich. Jadi konteksnya bisa dilihat

"Coba diliat bahwa komen terakhirku khusus buat yang dari SMA di LN karena masa SMA kan second best time (the best is at S1 level) to build character dan close friend. (Tapi hampir pasti pacar pertama di SMA). Kalo masa2 itu di LN maka makin sedikit kenangan indah di indonesia yg bikin peduli indo selain ama keluarga.

Menurutku ada masa optimal (on average of course) terhadap komitmen ke Indonesia. Kalo belum liat dan tahu banyak ttg Indo sebelum ninggalin for a long period then there is less to be miss and care. You and others at least still have memory of SMA level at Indonesia to cherised.

Trus wordingnya kan "musti siap kalo", aku nggak bilang "jika SMA di LN maka.." yang bersifat prediktif. Trus diatasnya juga ada tertulis "lebih kecil possibility (walau bukannya tidak mungkin)" yang juga berlaku untuk second statement. Its always better to be prepare to a logically possible circumstances..."

Buat Ardho, jangan sedih gitu donk. Can still make the best of the situation.

bulan said...

yah itu intinyta dho...

dianggap kurang nasionalis, padahal nggak juga loh.. banyak anak yg udah sekolah semua di indo eh malah ga nasionalis sama sekali, malah ngikut2 gaya luar negri....

Anonymous said...

Sebelum nyambung lagi diskusi topik ini perlu ditekankan bahwa tidak ada maksud menuduh bahwa semua yang SMA di LN tidak nasionalis.

Komenku yang dikutip Bulan di posting blog ini adalah menjawab pertanyaan Ardho yang butuh masukan apakah adiknya lebih baik SMA di LN atau tidak.

Kasus ekstrem (nggak pernah di Indonesia tapi sangat cinta/kontribusi ke bangsa atau seumur hidup di Indonesia tapi benci setengah mati) pasti ada. Sebagai orang sekolaan (kata Si Doel) maka yang dapat dianalisa hanyalah probabilitas dan rata-rata.

Point utamaku adalah “ada masa optimal (on average of course) terhadap komitmen ke Indonesia”

Maksud masa optimal adalah selama apa butuh sekolah/hidup di Indonesia sehingga ketika pergi ke LN malah jadi makin peduli?

Betul bahwa hidup di LN dapat membuat makin peduli karena tidak berakar di LN dan berhadapan dengan kondisi Indonesia yang jomplang serta harus siap menjawab pertanyaan2.

Sewaktu masih kuliah S1 tahun 2000 aku dapat Fellowship ke National University of Singapore. Saat itu sering ada bentrokan antar agama dan kriminal kelas teri dibakar hidup2 di Indonesia. Foto2 itu dipajang di media massa dan tentunya teman2 sekelas jadi bertanya. Trus aku juga jadi belajar tari saman untuk presentasi kebudayaan yang nggak pernah dipelajari pas di jkt.

Anonymous said...

Back to masa optimal, to miss something butuh waktu untuk kenal sebelumnya.

Alegori dengan pacaran, kalo ada pasangan yang berpisah karena salah satu studi ke LN maka on average lebih tinggi probabilitas kangen dan awet kalo udah kenal lumayan lama sebelumnya. Dibanding pasangan yang baru kenal seminggu, pacaran trus jauhan lebih dari setahun.

Even a lover need a holiday from each other kata Peter Cetera. Kata kunci adalah lover yang sudah deep in love to each other.

Argumenku kalo lulus SMP langsung ke LN maka lebih sedikit waktu/kesempatan untuk fall in love deeply (walau not impossible) with Indonesia. Kalo S2 di LN maka (on average) sudah cukup banyak waktu/kesempatan untuk tahu dan cinta Indonesia serta mengangeninya. Juga sudah lebih siap (on average) untuk menjawab pertanyaan2 ttg Indo dan tahu akan diaplikasikan dimana ilmunya sekembali ke Indonesia.

Belum kalo ngomong masalah biaya hidup di LN. Kalo S2 kan cuman 1-2 tahun (dan ada peluang dapat beasiswa) dan meningkatkan (expected) income lumayan banyak sedangkan kalo S2 di Indonesia tidak banyak meningkatkan network dan kualitas beda jauh.

Kalo lulusan S1 LN (yg 3-4 tahun) belum tentu otomatis lebih dipilih ama perusahaan dibanding ama S1 Indonesia (terutama job yg butuh lokal knowledge). Tentang network aku udah kirim di posting2 sebelumnya, tapi cukup banyak company2 besar di Indonesia yang di dominasi lulusan kampus2 Indonesia tertentu dan saat recruitment lebih mendahulukan almamaternya ketika kandidat2 deket kualifikasinya.

Sekalil lagi ditekankah ini adalah analisa probabilitas dan rata-rata. (and of course I can be wrong)

Anonymous said...

Bukan saatnya bertanya dimana kita berada.

Tapi saatnya bertanya seberapa besar sumbangan pemikiran dan harta kita buat pertiwi tercinta.

Anonymous said...

Kata2 mas berly bener juga sih..
Hmm..

Jadi pusingg... :(

bulan said...

dho, ga usah pusing, everything have bad and good side. Yang ada sekarang meng optimal kan keuntungan yg bisa km dapat dari sekolah disini. Menyesal ga akan memecahkan masalah. Kalo emang km udah mutusin buat sekolah disini, kan banyak yg dikorbanin tuh (duit ortu, tanah air dan pacar :P) , ya udah, do the best for it.

ada banyak yg kita dapat dari sekolah di sini, open minded, cultural mix knowledge and tolerate. Kita jadi ga berpikiran sempit, kita juga ga akan luar negri oriented, kita dewasa lebih cepat (with our parents are thousand miles aparts). Ttg local knowledge you can fix it with have internship at indonesia (see, think global act local :D )

lagian ada banyak jalan menuju ke Roma.. jangan ambil jalan yg rata2 diambil orang donk, ambil jalan spesial untuk hasil yg lebih spesial :P

*mas, bener2 ama km ak belajar untuk mendefense diri :D good good...:P

Djo said...

iya dho, tahun pertama mah blm kerasa apa2... nanti kalo km udah naik kelas (deuh bahasanya), br kerasa keuntungannya. Dulu aku juga aga nyesel kenapa kesini, tapi pas aku udah kerja (internship) di indo, dan saingan sama anak2 magang2 lain aku jadi ngerasa lebih bangga krn aku lebih puya pengalaman dr mrk :p

ya ga bul? ;), eh km disini engga mah ga ada saingan maganya deng ya :p

Anonymous said...

bulan... apa kabarmuh?
lama deh aku ga ke sini...

eh, eh... apa iya segitu menderita?
aku malah pengen bisa kul di luar...

Anonymous said...

he..he.. ternyata Bulan juga belajar memindahkan fokus. Kan diskusinya bukan apakah sekolah LN atau tidak, tapi kapan/level apa.

Jika sudah terlanjur abroad sejak dini maka tentunya musti make the best of condition. Tapi kalo belum berangkat, maka bisa pikir2 lagi setelah baca diskusi kita.

Tentang network indonesia, ada cara cepat untuk memperolehnya. Pacaran aja ama yang S1 di Indonesia, pasti dibantuin cari kerja dan perluas relasi. Apalagi kalo ama yang dapat beasiswa S2 ke LN. Sudah terseleksi dan bibit unggul :-p

Badrul. R said...

well kita gak bisa salahin juga sih yg di indo berpikiran seperti itu.. krn rata2 memang s1 diluar kan ngambil waktu 3-4 tahun bahkan mungkin sedikit lebih apabila ada yang ngulang.
3-4 tahun itu lama, mungkin dgn hal itu orang berangapan kita akan berubah gaya hidupnya sesuai dengan tempat tinggal kita..
tp aku yg hampir 3 tahun di Paris, masih sama2 aja tuh... bhs indonesia masih lancar dan masih mempunyai keinginan kuat utk balik ke indo ^^

derita s1 diluar, yaa s1 itu kan diantara s2 dan s3 adalah yang paling lama.. dan rata2 s1 itu berat yaa dari smu ke kuliah lha.. kan adaptasi baru apa lagi kalo kuliah harus pake bhs setempat.. ^^ hehe

btw bulan, maen2 dong ke paris ^^

Anonymous said...

diskusiny menarik.. gw pengen narik beberapa komen dari diskusi panjang ini:
1. pacaran ama S2, bibit unggul dan terseleksi... jadi pacaran buat networking? hihihihihihihihhi.. sambil menyelam minum air, mas?
2. nasionalisme turun ato ilang kalo studi di LN? Hmm.. pendapat pribadi sih,(imho) menurut aku sih ga.. justru dengan kuliah di LN, kita makin ngeliat seberapa "ënak" tinggal di Indonesia dan justru nasionalisme ini makin tumbuh.. makin ngehargai yang namanya upacara ato kegiatan2 indo... jadi inget guru ppkn di SMA.. pesen terakhitny beliau, smakin kamu di luar negeri, smakin kamu ngeliat dalam negeri seperti apa dan bangga walaupun bobrok juga.. :D