Monday, June 29, 2009

Review : Garuda di Dadaku



Setelah kehabisa karcis minggu lalu, akhirnya -ditengah orang lain mulai membicarakan Transformer- kami berhasil menonton Garuda di Dadaku di Setiabudi Building.

Untuk sebuah film Indonesia, film ini berhasil mendapatkan 4 bintang dari kami. Sinematografinya bagus, ide cerita lumayan unik, akting bagus, dan dialog berjalan alami dan membumi dan juga catchy. Inilah film cerita anak-anak yang bagus selain Sherina (karena menurut kami Laskar Pelangi bukanlah film anak-anak).

Dan yang terpenting sebagai sebuah film anak *yg sudah semakin jarang saat ini* nilai moral yang dibawa sangat bagus, beberapa nilai moral yang menurut aku bagus untuk anak-anak adalah penokohan Heri dan persahabatan diantara mereka, antara lain :

1. Heri, sahabat bayu , meskipun cacat dia tidak minder sama sekali, malahan sangat percaya diri dan pintar. Meskipun teman2 Heri tahu kalau Heri cacat, tapi mereka senang, kompak dan membantu Heri dalam keseharian. Heri sendiri digambarkan sangat mandiri walau harus pakai kursi roda kemana-mana.

2. Heri dan Bayu bisa berteman akrab meskipun beda status sosial, beda fisik dan juga beda ras.

3. Bang Duloh, supir Heri, digambarkan sebagai orang yg konyol, lucu tapi tidak bodoh. Ramzi sendiri jadi pegang peranan sehingga membuat film ini jadi lucu.

4. Ga boleh bohong, tapi juga ga boleh tidak menuruti kata hati dan kejarlah impianmu setinggi2nya. Sepertinya itu yang hendak disampaikan di film ini, selain mencoba menyinggung2 tim sepakbola Indonesia yang sudah tidak ada ceritanya, selain juga menyinggung pemerintah yang tidak punya lapangan sepakbola yang luas dan bisa dimainkan anak2 tanpa ijin khusus di Jakarta.

in conclusion, film ini sangat worthed to see! dibanding KCB atau film2 indo sejenis, film ini menjadi juaranya :)

Thursday, June 25, 2009

Jalan-jalan : 3 Jam di Batavia Art Festival


Dari pertama kali melihat artikelnya di Kompas tentang Batavia Art Festival ini, aku jadi sangat penasaran untuk berkunjung ke acara ini. Acara ini sendiri dibuat untuk merayakan Hari Ulang Tahun Jakarta. Lokasinya di Kota Tua, di lapangan depan museum Fatahillah.

Acaranya sendiri dimulai dari jam 7 pagi, tapi berhubung malas bangun pagi dan berpanas-panasan, jadi aku memutuskan untuk kesana agak soreaan. Pertamnya sempat janjiaan sama Awan, anak Arnhem, untuk pergi ke acara ini, tapi siang2 dia SMS bilang kalau tidak datang, karena kata temanya acaranya ga seru. Sempet agak ragu seh, sampai akhirnya memutuskan untuk tetap datang aja.

Ternyata, tidak mengecewakan. Sampai disana ada panggung besar di depan museum Fatahillah dan beberapa stan kecil, mulai dari stan makanan-makanan betawi sampai stan museum2 yang ada disana. Ternyata beberapa museum buka sampai jam 6 (jadwal sebenarnya sampai jam 3 sore, PNS bo! gmn museum indo mau maju coba?)

Begitu sampai, kami langsung memutuskan untuk masuk ke museum Wayang. Berhubung kita belum pernah masuk kesana. Sampai sana, seperti museum Indonesia yang lainnya, kondisinya sangat menyedihkan (anyway, HTM hanya Rp.2000). Walau cukup lengkap, koleksi wayang-wayangnya tapi kertas informasi cuman ditaruh asal pasang di sebelah wayangnya dan tidak ada bahasa Inggrisnya (no tourist-friendly!)Di bekas 'oude kerk' itulah -katanya- JP Coen dikuburkan, walo juga menurut informasi jenasahnya sendiri sudah dipindahkan ke Museum Prasasti. Rupanya Museum Wayang itu sedang dalam perbaharuaan, karena di akhir-akhir ruang museum, tempat display Wayangnya sudah baru dan toiletnya juga sudah bagus. Sip deh, mudah2an berlanjut yah.

Keluar dari museum Wayang, kita berpindah menuju Museum Keramik. Sayang, museum itu sudah tutup, kita cuman lihat dari luarnya aja deh, dulu tempat ini adalah "Kantor Dewan Kehakiman".

Kemudiaan kita kembali ke pusat keramaian, dan mengunjingi stan-stan museum yang ada disana. Di museum Keramik, kita bisa melihat orang membuat keramik, di museum Kain, aku mencoba membatik di kain yang disediakan. Di museum Bahari,ada orang yang sedang membuat miniatur Kapal. Selain itu masih ada stan Monas, Bank Mandiri, BI, Joeang '45, pulau Oenrust. Wow, tanpa disangka, kita itu sebetulnya punya banyak Museum loh :).

Ketika jam menunjukan pukul 6 sore, kami berpindah tempat lagi menuju Cafe Batavia. Bangunan authentic yang sudah ada dari awal abad 19 ini memang cantik. Begitu masuk suasana homey dan anggun sudah terlihat di cafe ini yang dipenuhi oleh frame-frame foto berbagai macam. Tidak hanya bisa makan, apabila mau hanya bersantai disana pun diperbolehkan.

Harganya pun cukup pricey, untuk makanan yang rasanya pun tidak terlalu istimewa. Malam itu aku memilih assorted dim sum ( Rp. 50.000,- ) sementara beibeb memilih nasi goreng nanas ( Rp. 35.000,- ). Sementara, aku cukup berbahagia karena di Cafe Batavia itulah aku bisa menemukan minuman kaleng Bitter Lemon. Yey!

Selesai bersantai disana, maka kami memutuskan pulang. Sengaja tidak mengunjungi Fatahillah (walau untuk hari itu dia buka sampai jam 10 malam) karena kami sudah sering masuk kesana. Kami melihat kalau Museum-museum itu sedang di perbaharui warna cat nya (dan disana banyak banner2 ICI Dulux yang mengklain akan mengecat semua bangunan di kota tua, baguslah!).

Selain itu, sebelum pulang kami juga mengunjungi stan yang memperlihatkan blue print rencana Kota Tua mendatang. Janjinya sih akan diperbaharui dan diperindah, kita lihat saja nanti, mudah2an presiden yang akan datang lebih memperhatikan lagi tempat-tempat bersejarah yang bisa menjadi objek wisata yang menarik turis dalam dan luar negri. Saya tahu, masih banyak orang-orang kelaparan di luar sana daripada mengurusi hal-hal yang (mungkin) remeh seperti ini, tapi saya percaya, objek wisata alternatif dan edukatif seperti museum juga harus dibangun dan diperhatikan, agar cucu kita tidak hanya melihat mall-mall yang konsumtif dan mengetahui sejarah negrinya.

anyway, untuk foto2 yang lainnya bisa dilihat di sini.