Tuesday, October 16, 2007

Balada Ketua PPI

Sebelum memulai postingan hari ini, pertama2 aku mau mengucapkan

Selamat Idul Fitri, buat yang merayakan.
dan
Mohon Maaf lahir dan batin, buat semuanya.

Apalagi buat semua yang ak kenal dan belum berkesempatan berjabatan tangan dan mengucapkan selamat lebaran secara personal :)

*agak sebel seh gara2 sekarang mesjid ppme ada 2, jadinya orang2 pada mencar2 semua, padahal lebaran kan salah satu moment buat ketemu orang2 yang sudah terpisah setahun di Amsterdam. errr, anyway.... sudahlah.. :D

kembali ke judul semula,...
postingan ini sebetulnya berawal di sebuah sabtu malam (minggu pagi) jam 3 pagi, ketika aku sedang menunggu bus malem di depan Leidseplein. Kebetulan di Leidsplein, band anak Indonesia lagi main disana (for those who live in Amsterdam, you sure know this hints ;) )

" Ketua PPI tahun depan berpotensial sekali loh," kata mas s2 (nama dirahasiakan, wakakaka :p) membuka percakapan.
Sungguh, jam 3 pagi, keadaan capek dan ngantuk, bukan waktu yang tepat untuk berbicara tentang politik PPI.
"oh ya?"
" Iya, kan tahun depan sudah mau pemilu tuh, jadi kita bisa 'menggunakan'mereka,"

lalu pembicaraan berkembang menjadi siapa yang mau menjadi ketua PPI.

"Ardho gak mau tuh," kataku
"Kata siapa?" tanyanya
" Kata Ardho. Apa mungkin lebih baik anak S2 aja yah yang jadi ketua." sambungku, tanpa pikir panjang. Ya halo, jam 3 pagi? :D
"Ah, kata siapa. Kamu tau strategi yang lebih bagus?"
" Hmm, anak s1 yang jadi ketua dan anak s2 yang jadi 'otaknya'" jawabku langsung, tanpa pikir panjang, Ya halo, emnmm... Jam... ya pokoknya masih ngantuk lah, secara masih jam 3 pagi, dingin, dan capek.

Diluar dugaanku, dia malah kaget.
"kok kamu tau?"

Disaat itulah saya berpikir, dan berlanjut ke pikiran-pikiran di saa lainnya tentang dialog itu. Sementara, dia berpikir tentang teori mengorganisir anak S1 dengan S2 sebagai otaknya.

Jangan salah, kali saya bukannya tidak setuju sama ide ini. Emang seh, saya 'agak2' sensitif ttg perjenjangan antara s1 dan s2 di dalam kegiatan organisasi. Tapi bagiku, ide ini sama sekali tidak buruk. :p

Kok aku tahu? well, setelah menjadi pengurus, pengawas, anggota dan alumni PPI Amsterdam, ide semacam itu sebetulnya sama sekali tidak baru. Setiap anak S2 yang datang kesini, selalu melontarkan ide yang sama. :p excuse mereka jelas *dan selalu berulang tiap tahun* mereka ga mau jadi ketua-slash-pengurus karena mereka sibuk, udah merasa pensiun dari kegiatan organisasi dan sibuk dan sibuk. Hehe, jelas seh, masa ak maksa mereka lepas dari scholarshipnya gara2 PPI. :)

Anak S1 bukannya gak sibuk (well, lebih ke sibuk kerja seh) bukannya ga belajar juga, cuman memang kita punya waktu lebih banyak dari mereka. Jadi lebih bisa disambi. Lagian, buat aku, kesempatan ini malah bagus buat anak S1 buat belajar organisasi. Disini kan ga banyak eskul/organisasi kayak di Indonesia. Ada beberapa, cuman ga sebanyak di Indonesia memang.

Sebagai perbandingan, mari kita SWOT baik buruknya menjadi ketua PPI.

Strength
^ Referensi yang cukup bagus untuk CV
^ Belajar menjadi seorang pemimpin
^ Akses networking di kemudian hari (KBRI, PPI Kota)
^ Menjadi ketua PPI Amsterdam sangat 'menjual' asal tau bagaimana memanfaatkannya.

Weakness
^ Agak repot, mengorganisasikan SDM nya karena SDM nya pada 'sibuk' ;)
^ Loyalitas untuk PPI dari para anggota -until now- belum begitu besar.

Opportunity
^ Tahun 2008 cukup menjanjikan since ada pemilihan presiden (reference mas S2 diatas)

Threat
^ Dana terbatas.
^ Mencari dana juga -cukup- susah, secara iuran kok belum jalan yah?
^ Fasilitas cukup terbatas.

Erm, itu dulu yang terpikirkan. Intinya, jadi ketua, selain harus supel, punya kewajiban tinggi, harus bisa meng encourage minimal pengurusnya dulu, baru anggotanya , harus punya dedikasi tinggi, dan juga harus kreatif.

Ahahhaa, terlihat cukup susah yah, Dho? Loh, tapi kamu sekarang cukup gampang loh, minimal ga harus berurusan dengan pembentukan PPI, pembentukan AD/ART, bikin milis, merekrut anggota slash pengurus, woro2 ke PPI Kota, woro2 ke sekolah2 di Amsterdam, mencari networking murid2 di sekolah di Amsterdam, cari dana awal *winks*, beurusan pada orang2 yg kontra PPI, berusan sama orang2 yang mau membuat PPI sebagai partai politiknya slash menggunakan PPI.

Walo tentu saja, orang2 yg pro dan kontra PPI akan selalu ada.

For me, PPI Amsterdam is my dream come true. Masih inget dari pertama kali mengajukan ide tentang PPI dan salah satu orang dedengkot Diemen berkata,

" Selama aku masih ada, PPI Diemen gak akan pernah ada,"

PPI Amsterdam yang sekarang ada :)

PPI Amsterdam is my baby who already grown up now. :) *tetapi sekarang saya sudah pensiun :)


Bulan.



I dedicated this posting to Mbak Ayu, my companion, yang mengenalkan saya ke anak2 PPI Kota yang lainnya, sekitar 6 bulan sebelum PPI Amsterdam dibentuk. Yang mau menikah sama salah satu dedengkot PPI Arnhem Nijmegen.

and also to mas Berly dan para pengurus dibawahnya. I miss them :)

and to Ardho and all new PPI Amsterdam members. I simply want to say, good luck.
*good luck ya dhoo...... and good luck untuk menjadi ketua seutuhnya buat periode selanjutnya *bukan dapet limpahan tugas seperti sekarang*

:P :p :p

2 comments:

Anonymous said...

hmmm...

menurutku ya..PPI belum sanggup sih menunjukkan keuntungannya kita kumpul2.

cuma "sosialisasi"

ya kadang2 ada olahraga2 gitu, tapi sekarang dah ndak diterusin kan?

koordinasinya kurang kali ya?

dan buat anak S2, cmon people, bilang aja bluntly, g mau diserahi tanggung jawab. Enakan nyalahin dan ngritik anak S1 kan?

apa? marah? skali2 berani dounk trima kritik.

Unknown said...

ih elvin lg sensi ya ma anak s2? :p
ya i actually thought the same thing. setuju with your post.. keren pke SWOT jg :D emg buat anak S1 ikut dlm ppi bs ngelatih organisasi. dan s2 yg udh "puas" berorganisasi bs jd pengawas/penasehat. simbiosis mutualisma lah (yg s1 bljr dr s2, yg s2 bs sekalian tebar2 pesona hehehe)

cheers.