Monday, February 06, 2006

Ideologi agama adalah hal yang irasional

Pagi ini seperti biasa, setelah sebal tidak bisa pergi ke Bank karena bank di Belanda di hari senin baru buka jam 11, saya memutuskan segera pergi ke kantor. Setelah membeli tiket kereta, tangan saya secara otomatis mengambil koran metro (atau spits ya?) dan membaca headlinenya, warga Islam di Libanon membakar gedung konsulat Denmark. Hati ini terasa teriris.

Hari-hari saya adalah rutinitas yang kadang membosankan, tapi kadang juga mendebarkan. Tetapi berita seperti ini bukanlah lagi suatu kejutan, sudah menjadi kebiasaan. Sudah tidak greget lagi, tapi yang ada rasa sedih dan kecewa yang berkepanjangan.

Coba hitung, sudah berapa kali Islam menjadi topik sorotan dunia? Beberapa tahun terakhir di masa teroris ini, Islam sudah menjadi pemeran utama, menjadi korban dan pelaku. Membosankan dan menyakitkan. Setidaknya buat saya :)

Dimana-mana orang-orang mulai menggunakan kata 'toleransi dan hormat-menghormati' untuk mendinginkan suasana. Dan pada saat yang sama, kata-kata suci dan sakti itu dibolak-balikkan maknanya. Orang saling berdebat dengan menggunakan dan mengatasnamakan kata toleransi dan ditambah kepentingan golongannya (kanan,kiri dan lurus). Mereka tidak salah, semuanya benar. Tidak ada yang salah.

Seperti yang temen saya bilang, ideologi adalah hal yang tidak rasional. Ideologi adalah kepercayaan individu, tidak bisa dirasionalkan. Apalagi ideologi agama, itu adalah hal yang paling tidak rasional. Karena kalau dirasionalkan, maka tidak ada yg namanya agama, tidak ada Tuhan.

Tapi ideologi agama adalah identitas mendasar dari seorang manusia, sangat penting, sama seperti nama seseorang. Apapun status agama anda, itu adalah anda, anda yang paling mendasar.

Jadi, apabila anda menanyakan maksud dan tujuan dari suatu golongan agama, anda tidak bisa merasionalkan, tidak bisa menjudge mana yang baik dan benar. Karena tidak ada yang baik dan benar. Semua irasional. Juga bukan maksud saya mengatakan semua salah. Semua irasional.

Mungkin anda menjelek-jelekan dari maksud jihad, karena tidak beralasan,kata anda. Tapi, bukankan statusnya sama seperti tentara yang mati dalam perang. Kok mau dia mati di perang? Nasionalisme, kata anda.
Nasionalisme? Itu ideologi juga bukan? Hanya beda bentuk saja dengan ideologi agama.

Ideologi membuat kepercayaan yang kuat dari seseorang. Kekuatan untuk melakukan hal yg irasional. Tidak rasional.

Apa inti dari tulisan ini?

Mari mulai bersikap dewasa, tolong jangan sulut lagi pertikian, tolong belajarlah bersikap sabar (sabar dimunculkan sangat banyak sekali di Al QurĂ¡n, mari kita amalkan). Pemerintah Denmark sudah minta maaf, pihak koran sudah minta maaf.

Mohon kedua pihak tahan emosi. Ingat agama sangatlah tidak rasional.

dan diakhir kata, maafkan kata2 saya yang salah :)

bulan
potongan dari refleksi diri di kereta.
ide dari mas B, C dan D , yang mempengaruhi pola pikir saya 1 tahun terakhir :P

*huhhuwhuwhuaha, miss you guys.. :D

12 comments:

dika said...

nice thought girl! =)

Ardho said...

SETUJU!!! :)

btw, di milis PPI juga lagi seru kan ngmgin ini.. gag join? ;)

Anonymous said...

Special coment on:
“seperti tentara yang mati dalam perang. Kok mau dia mati di perang?”

Why you call it irrational?

In case of defending one’s country from external atttack and independence struggle, it is very rational to fight to the death in war than to stay put.

Even more so if knowing that living under occupation is worse than death and if succes then the desencant will live a better life. What could be more rational than that?

Question!
-What is the definition of rasionalism?
- Who is mas C?

hotma said...

Hem... refleksi te o pe be ge te :) Cara menuangkan dalam tulisan juga okeh banget... Lam kenal yah...

dika said...

mas2, kayaknya itu kamu, mas chauft, ama dia deh..

humm..,

I call religion as rational thing though.. =) *tapi tetep salut sama opininya bulan ;)

Anonymous said...

aku berdiri di belakangmu... :)

bulan said...

hehe, i am kinda waiting your comment actually, but due to my bussy lately, i just dont have mood to answer your question. But, now i really want to post another thing. And i think my post have to be postponed untill i answer your question ( i am kinda THAT peope who works before the deadline :P)

here it is, try to answer your question, but i really dont how is it, just try.. being responsible with what i wrote :) :P

rationalism as wikipedia said philosophical doctrine that asserts that the truth can best be discovered by reason and factual analysis

or basa indo nya secara nalar,,

spesial case, people who death in a war is rational thing.

lets we solving this problem with mind map's theory :P (lupa juga namanya seh :D) jawaban2 yg diberikan dari pertanyaan hanya berdasar nalar orang biasa.(kenyataan dan fakta)

'kenapa mau mati dalam perang?
possible(P) : karena saya ingin melindungi negara saya?
'kenapa ingin melindungi negara kamu?
P: karena ingin melindungi keluarga saya.
'kenapa ingin melindungi keluarga saya
P:karena mereka sedarah dengan saya.
'kenapa km ingin mati hanya karena km sedarah dengan dia (dengan nalar : hal yang terpenting adalah dirinya sendiri, karena manusia dasarnya adalah individual. dan hidup adalah hal penting, orang exsits di dunia ini untuk menghidupi dirinya sendiri)
P: karena mereka penting bagi saya
'kenapa mereka penting buat kamu
P: karena saya cinta mereka.

kalo diputer2 juga akhirnya adalah cinta, dan cinta adalah hal yg irasional :P sama dengan idiologi.

tapi btw, manusia kan bukan robot, yang menjalankan sesuatu karena ada aksi dan reaksi.

karena ada agama, cinta, ideologi lah manusia bisa meneruskan hidupnya, karena tidak semua hal bisa dirasionalkan.

*walo dalam berkomunikasi/interaksi pria lebih senang untuk menggunakan rasional untuk memecahkan masalah2 disamping mereka, meanwhile, wanita menggunakan perasaan.

Ah tapi, kalo dunia rational semua mah, ga seru dan bosan.. :P bisa2 bunuh diri kayak si veronika di Veronica decides to die :P

yah manusia sendiri yg harus mengerti batasan dimana rasional dan irasional dipakai. Jangan sampai berbenturan
*yg sayangnya itu yg terjadi sekarang.

regards,
Bulan

Djo said...

i agree with you bul...
namun, ada satu hal ttg agama yg tidak irasional...
bagi pemeluknya sendiri, mrk menganggap agama mrk rasional, klo irasional knp donk mrk memeluk agamanya?
mungkin km bilang irasional itu kalo situasinya beda (ngeliat agama org lain), begitu maksud km?

tapi memang, agama itu adalah hal yang palinggg sensitif... sangat disayangkan memang saat ini sebagian org berpikir tidak dengan hati mereka :)
but well then, mungkin saatnya sebagian org yang lain mengambil hikmah dari semua ini dan menemukan cara buat memenangkan konflik melawan mrk yang tertutup hatinya :), but who am i talking, semua tergantung sm org masing2 :)

damai itu indah kok....

Anonymous said...

That's why I asked for your definition of Rationalism because that is one the most abused term in social science.

Sadly you define it very narrow (even more narrow than most economist)..."hal yang terpenting adalah dirinya sendiri, karena manusia dasarnya adalah individual"

This definition can not explain love and altruism... including why a couple want to have a child which add no material benefit to them and even cost alot of time/money.

Check discussion on Altruism at Cafe Salemba (four Indonesian young PhD economists' blog).

I also want to point out the role of historical experience in rationalism between Europe and islam.

In Europe, religion and church in middle age used to play very strong role in society, limiting rationalism (remember Galileo?) and science. Scientist had to fight for their freedom of thought and expression against religion. Now there are no more public fight (or the fight has been won by scientist) but westerner tend to use different hat (method of thinking) in religion and science.

Most of prominent scientist in Islamic past (Al-Kindi, Ibnu Sina, Al-khawarizmi etc) are also devout moslem and no state presecution (that I know) againt science. So religion and science is not seen as two different things.

John F. Kennedy once said that "“Tolerance implies no lack of commitment to one's own beliefs. Rather it condemns the oppression or persecution of others.” In the end, aren't we created different (Al-Hujurat 13) so we can learn from each other?

ime' said...

heheheh... nice thought...

tapi, tentang agama yang sangat irrasional, gue kok... kurang setuju yah? :D

menurut gue, agama itu justru sangat rasional, karena, agama itu (sebenarnya) dicetuskan oleh manusia, dibuat oleh manusia.

yang tidak rasional adalah keyakinan, kepercayaan. biasanya sih, dialami sama manusia itu sendiri, istilahnya lebih personal.

agama itu memang memperjelas identitas elo didepan manusia, tapi yang membuat lo jadi punya identitas di mata Tuhan kan kepercayaan elo sama Dia.

agama memang membantu elo untuk bisa naik ke level rohani lebih tinggi, tapi agama bukanlah sebuah ukuran yang bisa elo pakai untuk menentukan apakah orang itu benar-benar orang yang beriman atau nggak :) apa yang tertulis di KTP, belum tentu tertulis di hati dan pikiran :)

nah, segala sesuatu yang irrasional itu adalah sesuatu yang nggak jelas, tapi elo mengakui bahwa itu ada.

tapi, itu menurut gue lhooo :P

hehehehe... salam kenal ;)

hehehee... pis yee piiisss... damai itu enak ;)
maap lhooo kalo ada salah2 kata ;) i'm just an ordinary human with my two cents of opinion to share ;)

Anonymous said...

Well.Mungkin nggak ada yang tau bener tentang definisi dari rasionalitas, tatepai kitabisa tahu beberapa karakteristik dari rasionalitas.

Dari sudut pandang ekonomi, definisi dari rationalitas dapat dibaca di teks book dasar ilmu ekonomi.

Dengan menggunakan karakter dari rationalitas itu, kita dapat sangka bahwa agama itu sebenarnya bukanlah pilihan-pilihan rational.
That's why sometimes people say that "religion occurs as the results of the inability and limited human being to think and to be rational"

The question is it possible that things, that become a "pelarian" ketika human can not be rational anymore, can bve assumed as rational choice of human being? Do we compare any religion we are in right now to any other regions? Can we judge/compare on religion with others independently and then go swith to a better religion? If no, religion is not a rational choice.

Nice discussion though..

Anonymous said...

Berbagai kekeliruan mendasar kacamata sudut pandang atheistik (cara mendasar untuk meruntuhkan argumentasi atheistik)

1.Atheis keliru dalam mengkonsep ‘realitas’.

Atheis berpandangan bahwa ‘realitas’ adalah segala suatu yang dunia panca indera bisa menangkapnya’,bila kita kaji secara ilmiah ini adalah konsep yang salah sebab definisi ‘realitas’ adalah : ‘segala suatu yang ada - nyata atau terjadi’ dimana realitas itu ada yang bisa tertangkap dunia indera dan ada yang tidak bisa tertangkap dunia indera,jadi realitas terdiri dari dua dimensi antara yang abstrak dan yang gaib.
Karena atheis beranggapan bahwa yang real adalah segala suatu yang bisa tertangkap dunia indera,sehingga definisi ‘akal’ serta istilah ‘rasional’ pun selalu mereka kaitkan dengan segala suatu yang tertangkap dunia indera.sehingga bagi atheis yang rasional = yang dunia indera bisa menangkapnya.ini berlawanan dengan konsep Tuhan,karena realitas itu terdiri dari dua dimensi antara yang abstrak dan yang konkrit maka definisi ‘akal’ serta istilah ‘rasional’ pun harus dikaitkan dengan kedua dimensi realitas itu,sebab akal bukan hanya alat berfikir yang diciptakan untuk menela’ah serta menjelajah dunia konkrit semata tapi juga untuk menela’ah serta menjelajah dunia abstrak.sehingga dalam konsep Tuhan ‘yang rasional’= yang akal bisa memahaminya bukan yang mata bisa menangkapnya.
Sebab itu karena definisi ‘realitas’ versi agama berbeda dengan definisi ‘realitas’ versi atheis maka definisi pengertian ‘rasional’ versi agama pun berbeda jauh dengan ‘rasional’ versi atheis.

2.Atheis keliru dalam membuat definisi pengertian ‘rasional’ sehingga definisi pengertiannya menjadi sesuatu yang seolah harus selalu terkait secara langsung dengan bukti mata telanjang, ’rasionalisme’ kaum atheis selalu dikaitkan dengan tangkapan mata langsung sehingga bagi atheis yang rasional selalu harus yang didahului oleh bukti mata telanjang sehingga deskripsi tentang yang abstrak sering divonis ‘irrasional’ hanya karena berbicara tentang sesuatu yang tidak bisa tertangkap dunia indera.padahal definisi pengertian ‘rasional’ yang sebenarnya adalah ‘yang akal fikiran bisa memahaminya secara tertata’,dan definisi pengertian ‘rasional’ itu sama sekali tidak bergantung mutlak pada tangkapan dunia indera.sebab akal tidak bergantung secara mutlak pada dunia indera.
Agama sering distigmakan sebagai ‘irrasional’ hanya karena mendeskripsikan hal yang gaib bagi mata manusia.padahal akal itu adalah alat berfikir untuk memahami rasionalitas dari segala suatu (keseluruhan) termasuk yang abstrak. sebagai contoh : konsep sorga - neraka tak bisa disebut irrasional hanya karena tak bisa tertangkap ditangkap mata,karena konsep sorga-neraka berhubungan secara sistematis dengan keberadaan kebaikan dan kejahatan didunia jadi adanya sorga neraka bisa difahami secara sistematis oleh cara berfikir logika akal.dan bayangkan bila didunia ini ada kebaikan dan kejahatan tapi tak ada konsep balasan diakhirat (sehingga sibaik dan sijahat hidupnya sama sama berakhir dikuburan) maka kehidupan akan menjadi GANJIL ! dalam arti menjadi tidak sistematis-tidak bisa difahami oleh cara berfikir logika akal.
Dengan kata lain rasionalitas atheis hanya bisa berjalan didunia alam lahiriah -material tapi ketika berhadapan dengan dunia abstrak cara berfikir logika akal mereka menjadi macet-buntu itu karena ketergantungan secara mutlak pada tangkapan dunia indera,sehingga cara berfikir logika akalnya menjadi sempit.