Aku geli ama kecoa.. ga sampai takut seeh, tapi tetep aja geli kalo ngeliat si binatang hitam ini berkeliaran di dekat aku. Tetapi hari ini, segerombolan pencopet berusaha memanfaatkan kelemahan yang biasa dimiliki wanita ini untuk mengincar tasku. Untung saja mereka tidak berhasil mendapat apa yang mereka inginkan.
Hari ini sepi, tentu saja ini kan hari kecepit nasional, yang semestinya para pekerja tidak usah libur, tapi tidak dengan aku (rajin sekali ye? :p ). Anyway, seperti biasa aku diturunkan oleh mas entong di depan karet dan naik angkot no 44, di persimpangan Casablanca dan Rasuna Said, aku turun dan meneruskan naik bus kopaja.
Hari ini memang sepi, seperti biasa aku menaiki bus kopaja 66. Setelah naik, ada bapak-bapak yang memanggilku untuk duduk di tempatnya, tidak disangka bapak yang duduk disebelahku harus segera turun, aku pun bergeser tempat duduk ke sebelah kiri (sebelumnya aku di kanan). Ada beberapa orang dengan seragam necis seperti mau ke kantor duduk bergerombol,rame, dan pindah-pindah tempat duduk di Kopaja. Aku berusaha cuek dan tidak terlalu mempedulikan, toh tempat tujuanku sudah dekat.
Ternyata salah satu dari mereka sudah duduk di belakangku, ketika aku menoleh ke dia (refleks) dia berusaha melihat sesuatu di bawah dan berteriak ‘Mbak, ada kecoa mbak…’
Refleks aku berdiri dan berusaha melihat ke arah bawah, ada beberapa orang yang mulai berteriak juga dan berusaha memegang ujung jinsku dan membuat aku panik.
‘Itu mbak ada kecoa, mbak….’ Aku juga berusaha memeriksa bajuku, kalo-kalo katanya benar, tapi tidak ada apa apa disana.
Disaat aku berusaha melihat ke bawah, aku merasa ada seseorang disebelahku yang berusaha membuka tasku. Merasakan ada gerakan dan menyadari kalau ini pencopetan, reflek tasku aku pegang erat-erat dan aku segera turun dari kopaja itu.
Seturun dari Kopaja, aku langsung ngomel-ngomel dan bersyukur sepanjang jalan. Untung saja, aku udah curiga, untung saja aku refleks memegang tas, untung saja tempat turunku sudah dekat, dan untung saja (Alhamdullilah) Allah tidak memberikan rezeki kepada para pencopet itu dan tetap menitipkan hartaku kepadaku.
Jadi kesimpulannyaa… jangan takut ama kecoa :D !!!!
nb: tadi pagi salah satu karyawan di kantorku juga hampir mengalami kasus yang sama. Dan ujung jinsnya juga ditarik2 gitu.... aduh, serem yah jakarta :(
Monday, May 29, 2006
Wednesday, May 24, 2006
Help survey :)
Dear All,
Perkenalkan nama saya Bulan Mendota, mahasiswi
Communication
Managemenet, Inholland University Diemen The
Netherlands. Terimakasih
atas kesediannya membantu saya dalam kuesioner yang
diperuntukkan
untuk penyelesaian mata kuliah saya. Survey ini dibuat
untuk melihat
habit dari pengguna mobil masyarakat Indonesia.
Survey ini terdiri dari 2 bagian terpisah (karena
gratisan survey
monkey hanya bisa 10 pertanyaan, sedangkan saya
mempunya 14
pertanyaan) dimana survey berikutnya dibuat untuk
mengetahui
Michelin's brand awareness masyarakt Indonesia.
Survey pertama bisa diakses di (copy dan paste)
http://www.surveymonkey.com/s.asp?u=673382170535
Survey kedua bisa diakses di (copy dan paste)
http://www.surveymonkey.com/s.asp?u=10182170537
Terimakasih banyak :D. Tolong di forward ke
teman-teman yang lain juga :)
Bulan Mendota
bmendota@yahoo.com
Perkenalkan nama saya Bulan Mendota, mahasiswi
Communication
Managemenet, Inholland University Diemen The
Netherlands. Terimakasih
atas kesediannya membantu saya dalam kuesioner yang
diperuntukkan
untuk penyelesaian mata kuliah saya. Survey ini dibuat
untuk melihat
habit dari pengguna mobil masyarakat Indonesia.
Survey ini terdiri dari 2 bagian terpisah (karena
gratisan survey
monkey hanya bisa 10 pertanyaan, sedangkan saya
mempunya 14
pertanyaan) dimana survey berikutnya dibuat untuk
mengetahui
Michelin's brand awareness masyarakt Indonesia.
Survey pertama bisa diakses di (copy dan paste)
http://www.surveymonkey.com/s.asp?u=673382170535
Survey kedua bisa diakses di (copy dan paste)
http://www.surveymonkey.com/s.asp?u=10182170537
Terimakasih banyak :D. Tolong di forward ke
teman-teman yang lain juga :)
Bulan Mendota
bmendota@yahoo.com
Tuesday, May 09, 2006
Life is choice, right?
isn't it?
saya bukan orang yang suka tinggal di satu tempat lama-lama,
saya suka berpindah-pindah,
seringnya, ketika saya sudah menemukan suatu safety zone, saya akan melompat pergi mencari lagi...
di tempat baru itu, saya akan menemukan gejala sama; kesepian, bingung apa yg akan dilakukan, bingung untuk mencari kegiatan baru dan rindu dengan teman2 saya...
sekarang beginilah saya,
merasa tertinggal banyak informasi dari teman2 main saya...
merasa sendiri disini..
merasa harus mencari kegiatan lain di weekend daripada pusing kerja 5 hari ke kantor
merasa harus mencari tantangan baru...
dan kadang, merasa menyesal kenapa saya harus pergi dari zona nyaman saya?
padahal dengan sadar saya memilih sendiri
dan kejadian ini akan terus terulang sama...
mungkin.. yang susah dari hidup itu, menjadi dewasa setelah belajar dari pengalaman yang lalu kali tanpa mengulangi kesalahan yg sama kali yah....
any idea what should i do in my spare time?
:)
bulan
saya bukan orang yang suka tinggal di satu tempat lama-lama,
saya suka berpindah-pindah,
seringnya, ketika saya sudah menemukan suatu safety zone, saya akan melompat pergi mencari lagi...
di tempat baru itu, saya akan menemukan gejala sama; kesepian, bingung apa yg akan dilakukan, bingung untuk mencari kegiatan baru dan rindu dengan teman2 saya...
sekarang beginilah saya,
merasa tertinggal banyak informasi dari teman2 main saya...
merasa sendiri disini..
merasa harus mencari kegiatan lain di weekend daripada pusing kerja 5 hari ke kantor
merasa harus mencari tantangan baru...
dan kadang, merasa menyesal kenapa saya harus pergi dari zona nyaman saya?
padahal dengan sadar saya memilih sendiri
dan kejadian ini akan terus terulang sama...
mungkin.. yang susah dari hidup itu, menjadi dewasa setelah belajar dari pengalaman yang lalu kali tanpa mengulangi kesalahan yg sama kali yah....
any idea what should i do in my spare time?
:)
bulan
Tuesday, May 02, 2006
Repotnya seorang imigran
Keropotan dengan imigrasi adalah hal yang biasa terjadi pada kaum asing. Sebagai salah satu pelajar di Belanda, bertahun-tahun saya selalu mengalami rasa deg-degan apabila kartu ijin tinggal saya sudah mendekati batas akhir. Itu berarti perjalanan panjang akan saya tempuh lagi. Saya berandai-andai jika saya berada di Indonesia, rasanya semua begitu mudah. Ah, tapi dengar dulu pengalaman teman saya yang notabene seorang asing di negara Indonesia, ternyata kantor imigrasi negara manapun sama-sama merepotkan.
Jika awal tahun pelajaran sudah menjelang bagi saya yang seorang pelajar di negara Belanda adalah suatu kerepotan. Belum lagi biasanya liburan musim panas saya menghabiskannya di Indonesia, jadi semua urusan saya haruslah selesai sebelum bulan Juli. Pertama, saya harus mengurus tiket pulang ke Indonesia. Saya harus hati-hati memperhatikan hari pulang sebelum kartu ijin tinggal saya habis. Kedua, karena kartu ijin tinggal saya biasanya habis awal September, sebelum Juli saya harus menyelesaikan semua persyaratan IND yang termasuk menyelesaikan urusan sekolah, karena IND mensyaratkan selembar pernyataan yang menyatakan saya masih murid sekolah saya sebagai syarat perpanjangan kartu ijin tinggal. Belum lagi syarat uang yang harus saya punya sebagai jaminan saya tidak akan merepotkan negara Belanda. Wah, pokoknya repot dan mahal.
Belum lagi kalau kita terbentur masalah dengan mereka. Ada teman saya yang belum mendapatkan kartu ijin tinggal yang untuk tahun 2004/2005 sampai sekarang! Akhirnya untuk 2005/2006 dia memutuskan pulang ke Indonesia untuk kerja magang disini, jadinya dia tidak perlu memperpanjang kartu nya dan kerja tenang di Indonesia. Yah, setidaknya sampai dia harus mengurus lagi perpanjangan kartu 2006/2007.
Kembali ke Indonesia untuk kerja magang disini memberi saya beberapa pengalaman ‘khas Indonesia’ yang memang hanya dipunya oleh negara Indonesia. Apalagi kalau bukan urusan ‘sogok-menyogok’. Budaya ini ternyata juga sampai ke urusan keimigrasian para warga negara asing.
Teman saya adalah seorang Warga Negara Asing (WNA) yang kebetulan berdarah Belanda-Indonesia, dan fasih berbahasa Indonesia. Untuk persyaratan sekolahnya, dia diminta untuk kerja magang selama 5 bulan. Didorong kecintaanya pada tanah nenek moyangnya, dia memutuskan untuk melakukan kerja magang di Indonesia.
Karena itu dia diharuskan memiliki visa sosial budaya yang berlaku untuk 2 bulan di masa awalnya, dan bisa diperpanjang untuk sebulan selama 4 kali. Terdengar mudah, bukan? Kenyataanya tidaklah begitu.
Dia mendapatkan visa pertamanya di Singapore, di perjalanannya menuju Indonesia. KBRI Singapore mengatakan kalau dia bisa dengan mudah memperpanjang visanya di Indonesia. Tentu saja teman saya ini percaya. Di akhir masa visanya, dia mulai sibuk menghubungi kantor imigrasi di Kuningan untuk mendapatkan informasi tentang memperpanjang visanya. Di luar dugaan, jawaban dari kantor Imigrasi mengejutkan. Untuk perpanjangan visa, selain membayar uang yang jumlahnya cukup besar, dia tetap harus menyetor beberapa ratus ribu tiap bulan sampai akhir masa tinggalnya disini. Pokonya kalau dihitung-hitung lebih murah ongkos bila dia kembali memperpanjang visa dari Singapore. Edan!
Pantang menyerah dia mencoba untuk menghubungi kantor imigrasi pusat, setelah mengalami percakapan pendek dan berujung di soal harga, lagi-lagi jawaban mereka terdengar serupa dan sangat khas Indonesia “ Mbak biasanya bayar berapa?”
Tentu saja teman saya itu stress, dan mengutuki kenapa Indonesia tidak mempunyai daftar harga yang pasti? Begitu gampang mereka mempermainkan nasib warga negara asing.
Akhirnya setelah menghubungi kanan-kiri dan meminta bantuan tantenya yang tinggal di Jakarta, teman saya harus membayar Rp 200 ribu untuk setiap bulan perpanjangan dia. Ada satu masalah kecil, dia hanya mendapat perpanjangan 4 kali yang akan jatuh tempo akhir Juni, padahal dia harus kerja magang sampai bulan Juli. Lalu bagaimana? “Ah, kalau mereka bisa bermain kotor, kenapa aku tidak bisa bermain kotor?” katanya sinis.
Saya kira kantor Imigrasi Belanda sudah sangat merepotkan, ternyata di Indonesia tidak kalah buruknya. Memang, guru kencing berdiri murid kencing berlari.
Jika awal tahun pelajaran sudah menjelang bagi saya yang seorang pelajar di negara Belanda adalah suatu kerepotan. Belum lagi biasanya liburan musim panas saya menghabiskannya di Indonesia, jadi semua urusan saya haruslah selesai sebelum bulan Juli. Pertama, saya harus mengurus tiket pulang ke Indonesia. Saya harus hati-hati memperhatikan hari pulang sebelum kartu ijin tinggal saya habis. Kedua, karena kartu ijin tinggal saya biasanya habis awal September, sebelum Juli saya harus menyelesaikan semua persyaratan IND yang termasuk menyelesaikan urusan sekolah, karena IND mensyaratkan selembar pernyataan yang menyatakan saya masih murid sekolah saya sebagai syarat perpanjangan kartu ijin tinggal. Belum lagi syarat uang yang harus saya punya sebagai jaminan saya tidak akan merepotkan negara Belanda. Wah, pokoknya repot dan mahal.
Belum lagi kalau kita terbentur masalah dengan mereka. Ada teman saya yang belum mendapatkan kartu ijin tinggal yang untuk tahun 2004/2005 sampai sekarang! Akhirnya untuk 2005/2006 dia memutuskan pulang ke Indonesia untuk kerja magang disini, jadinya dia tidak perlu memperpanjang kartu nya dan kerja tenang di Indonesia. Yah, setidaknya sampai dia harus mengurus lagi perpanjangan kartu 2006/2007.
Kembali ke Indonesia untuk kerja magang disini memberi saya beberapa pengalaman ‘khas Indonesia’ yang memang hanya dipunya oleh negara Indonesia. Apalagi kalau bukan urusan ‘sogok-menyogok’. Budaya ini ternyata juga sampai ke urusan keimigrasian para warga negara asing.
Teman saya adalah seorang Warga Negara Asing (WNA) yang kebetulan berdarah Belanda-Indonesia, dan fasih berbahasa Indonesia. Untuk persyaratan sekolahnya, dia diminta untuk kerja magang selama 5 bulan. Didorong kecintaanya pada tanah nenek moyangnya, dia memutuskan untuk melakukan kerja magang di Indonesia.
Karena itu dia diharuskan memiliki visa sosial budaya yang berlaku untuk 2 bulan di masa awalnya, dan bisa diperpanjang untuk sebulan selama 4 kali. Terdengar mudah, bukan? Kenyataanya tidaklah begitu.
Dia mendapatkan visa pertamanya di Singapore, di perjalanannya menuju Indonesia. KBRI Singapore mengatakan kalau dia bisa dengan mudah memperpanjang visanya di Indonesia. Tentu saja teman saya ini percaya. Di akhir masa visanya, dia mulai sibuk menghubungi kantor imigrasi di Kuningan untuk mendapatkan informasi tentang memperpanjang visanya. Di luar dugaan, jawaban dari kantor Imigrasi mengejutkan. Untuk perpanjangan visa, selain membayar uang yang jumlahnya cukup besar, dia tetap harus menyetor beberapa ratus ribu tiap bulan sampai akhir masa tinggalnya disini. Pokonya kalau dihitung-hitung lebih murah ongkos bila dia kembali memperpanjang visa dari Singapore. Edan!
Pantang menyerah dia mencoba untuk menghubungi kantor imigrasi pusat, setelah mengalami percakapan pendek dan berujung di soal harga, lagi-lagi jawaban mereka terdengar serupa dan sangat khas Indonesia “ Mbak biasanya bayar berapa?”
Tentu saja teman saya itu stress, dan mengutuki kenapa Indonesia tidak mempunyai daftar harga yang pasti? Begitu gampang mereka mempermainkan nasib warga negara asing.
Akhirnya setelah menghubungi kanan-kiri dan meminta bantuan tantenya yang tinggal di Jakarta, teman saya harus membayar Rp 200 ribu untuk setiap bulan perpanjangan dia. Ada satu masalah kecil, dia hanya mendapat perpanjangan 4 kali yang akan jatuh tempo akhir Juni, padahal dia harus kerja magang sampai bulan Juli. Lalu bagaimana? “Ah, kalau mereka bisa bermain kotor, kenapa aku tidak bisa bermain kotor?” katanya sinis.
Saya kira kantor Imigrasi Belanda sudah sangat merepotkan, ternyata di Indonesia tidak kalah buruknya. Memang, guru kencing berdiri murid kencing berlari.
Subscribe to:
Posts (Atom)